Senin, 05 Mei 2025

Ketua Umum LSM Harimau Instruksikan Tunda Aksi Solidaritas pada hari Senin tanggal 5 Mei 2025 di Purbalingga.

Banjar negara,Jawa tengah,ARMEDIAONLINE.COM

Lembaga Swadaya Masyarakat Harapan Rakyat Indonesia Maju (LSM HARIMAU) mengumumkan secara resmi penundaan Aksi Solidaritas yang semula dijadwalkan akan dilaksanakan pada hari Senin, 5 Mei 2025. 

Hal tersebut disampaikan oleh Jhon Harimau selaku Pasus DPW LSM HARIMAU Jawa Barat, sebagai bentuk satu komando maka kami membatalkan pemberangkatan DPW LSM HARIMAU ke Purbalingga dalam rangka aksi solidaritas untuk mendukung perjuangan kawan kawan DPC Purbalingga yang menuntut keadilan kepada Kapolres Purbalingga atas penetapan tersangka 3 orang anggotanya.

Jhon Harimau berharap aparatur kepolisian tidak terburu-buru melakukan sebuah proses atas pemberitaan yang viral, mungkin saja cerita yang sebenarnya tidak seperti yang terviralkan.

Dan pada peristiwa sebagaimana telah viral dalam media sosial, dapat dikaji secara mendalam sebelum dilakukan penetapan tersangka karena ketika sudah ditetapkan sebagai tersangka, maka akan terbentuk opini masyarakat yang akan merugikan khususnya bagi LSM HARIMAU. Seperti yang disampaikan oleh Ketua Umum DPP LSM HARIMAU, bahwa diduga penjual miras ilegal yang pertama memicu terjadinya peristiwa tersebut.

Jhon Harimau pun berharap bahwa perkara ini dapat diselesaikan dengan menerapkan keadilan restoratif (restorative justice) dan ke depan dapat menjadi pelajaran bagi kedua belah pihak.

Jhon Harimau menambahkan bahwa peredaran atau penjualan miras tanpa izin atau ilegal harus mendapat perhatian serius dari aparatur baik kepolisian maupun Satpol PP, sehingga peredaran miras khususnya di kabupaten Purbalingga dapat ditekan bahkan kalau bisa ditiadakan karena terbukti bahwa miras tidak memberikan manfaat apapun selain keributan dan dampak buruk bagi kesehatan.

Kami sebagai kader LSM HARIMAU siap taat dan patuh serta tetap satu komando apapun keputusan yang diambil oleh Ketua Umum, pungkas Jhon Harimau(tim/red) 

Dilema, Antara Ekonomi masyarakat dan penegakan hukum.

Kalbar Melawi,ARMEDIAONLINE.COM

Senin 05/05/25 hari tanggal bulan dan tahun yang begitu menunjukan sebuah angka 5 sesuai dengan 5 butir Pancasila, diskusi penuh kehangatan dan bermakna antara Ketua Umum LIBAS dan Kepala Desa Nanga kayan, yang di mana beberapa hari yang lalu telah terjadi penangkapan PETI ( penambang emas tanpa ijin ) diwilayah kepemimpinan desanya.

Para pekerja PETI  berduka atas penangkapan 3 orang warga pekerja PETI yang beraktivitas di Desa Nanga kayan kecamatan Nanga Pinoh kabupaten Melawi Kalbar, 30 April 2025.

Sementara itu, Kepala Desa Nanga Kayan, Hamdan tidak membantah bahwa masih ada ditemukan aktifitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di wilayahnya beroperasi sampai hari ini.

Dan itupun dilakukan karena terpaksa, lantaran masyarakat tidak ada pilihan lain bekerja untuk menghidupi kebutuhan sehari hari karena himpitan ekonomi yang semakin kompleks, berimbas kepada Harga kebutuhan pokok semakin melangit dan biaya hidup semakin melejit.

Kalau karet paling sekitar 10 persen saja masyarakat yang noreh. Sisanya terpaksa kerja tambang emas dengan segala resiko, “katanya saat ngopi bareng Ketum LIBAS.

Dirinya berharap kepada pemerintah ada solusi terbaik bagi masyarakat, khususnya para pekerja Emas. Salah satunya mendorong penetapan wilayah pertambangan rakyat (WPR).

“Kita juga tidak bisa menyalahkan aparat penegak hukum, karena mereka juga menjalankan tugas dan fungsinya, “ujar Hamdan.

Terkait penangkapan sejumlah orang di wilayah Desa Nanga Kayan, dirinya mengaku prihatin.

Senada dengan jasli Ketum LIBAS ( Lembaga informasi Borneo Act Sweep) mengatakan Indonesia adalah negeri yang kaya sumber daya alam, Alih-alih dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, masih banyak tambang mineral nasional yang berakhir menguap di kantong-kantong tak resmi.

Sektor pertambangan itu unik sekali beber jasli, Berbeda dari sektor lainnya seperti pertanian, kehutanan, manufaktur, dan jasa yang bisa diproduksi massal dan berulang ulang, sektor tambang ini memiliki masa kadaluwarsa. Ia tak bisa digantikan sehingga dipastikan bakal habis.

Namun sayang sekali, negeri yang bisa dibilang sebagai surga penambangan ini juga menjadi "surga pelanggaran", dengan maraknya aktivitas penambangan ilegal alias Pertambangan Tanpa Izin (PETI).

Aparat Kepolisian saat ini tengah gencar-gencarnya melakukan penertiban Penambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) di wilayah kabupaten Melawi Kalimantan Barat.

Tidak main main dalam kasus ini para penambang tersebut dihadapkan oleh negara dengan perbuatan pidana sebagaimana diatur dalam: (1) Pasal 158 UU Minerba yang mengatur bahwa setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Para pekerja PETI dimaknai sebagai kegiatan memproduksi mineral atau batubara yang dilakukan oleh seseorang atau perusahaan tanpa memiliki izin, tidak menggunakan prinsip pertambangan yang baik, serta memiliki dampak negatif bagi lingkungan hidup, ekonomi, dan sosial.

Selain itu, PETI juga mengabaikan kewajiban terhadap Negara dan masyarakat sekitar. "Mereka tidak tunduk kepada kewajiban sebagaimana pemegang IUP dan IUPK untuk menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.

Jasli memaparkan, selayaknyalah Pemda memiliki kesempatan untuk menjadikan PETI sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat ( WPR). Sebenarnya kata jasli, Pemda diberi ruang dan waktu dalam penetapan WPR yang sudah tertuang dalam UU Nomor 4 tahun 2009 Tentang Pertambangan Minerba yang didalamnya membahas wewenang pemerintah dalam penetapan WPR, dimana pemerintah daerah kabupaten masih ada Dinas ESDM ( Energi Sumber Daya Mineral ) yang punya peran dalam pembinaan terhadap usaha pertambangan baik Pertambangan Rakyat dan Usaha Pertambangan, saat itu.

Ketidaksiapan dan lambannya Pemda  dalam penetapan WPR maka perkembangan PETI makin marak dan kerusakan lingkungan makin masif, sungguh tragis tempat usaha pertanian pun menjadi area PETI, bahkan kawasan hutan sebagai penyangga sumber air bersih dan habitat flora dan fauna pun ikut terancam, aliran Das sudah sangat rusak parah dan terkontaminasi dengan berbagai macam zat yang berbahaya bagi manusia tumbuhan dan hewan lainya, jelas jasli.

Padahal pemerintah terang Jasli sudah menetapkan UU Nomor 3 Tahun 2020, Ijin Pertambangan Rakyat justru diberi ruang oleh kementrian, baik ijin perorangan dengan luas 5 hektare dan badan usaha koperasi dengan luas 10 hektare dalam jangka waktu 10 tahun dan dapat diperpajang," 

Namun sejauh ini seperti tidak disosialisasikan oleh Pemda atau tidak menjadi progres terpenting bagi pemerintah daerah khususnya kabupaten Melawi saat ini, mungkin karena Pemda Melawi masih fokus pada dugaan korupsi yang semakin masif seperti yang di beritakan oleh beberapa media saat ini. (Tim/red) 

Minggu, 04 Mei 2025

DPP LSM Harimau Tunda Aksi Solidaritas 5 Mei 2025 di Purbalingga Jawa Tengah, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) LSM Harimau Sayangkan Tindakan Terburu - buru Polres Purbalingga Jawa Tengah.

Banjar Negara Jawa Tengah,ARMEDIAONLINE.COM

Lembaga Swadaya Masyarakat Harapan Rakyat Indonesia Maju (LSM HARIMAU) mengumumkan secara resmi penundaan Aksi Solidaritas yang semula dijadwalkan akan dilaksanakan pada hari Senin, 5 Mei 2025. Penundaan ini disampaikan langsung oleh Ketua Umum sekaligus Pendiri LSM HARIMAU, Tonny Syarifudin Hidayat, SH dalam konferensi pers di Markas Komando DPP LSM Harimau, Pada Hari Senin (05/Mei/2025). 

 Aksi solidaritas tersebut sedianya akan digelar sebagai bentuk dukungan terhadap anggota LSM Harimau yang baru-baru ini ditangkap oleh pihak Kepolisian Resort (Polres) Purbalingga atas dugaan tindak pidana pemerasan di sebuah toko penjual minuman keras (miras) di wilayah Kelurahan Kedung Menjangan, Kecamatan Purbalingga, Kabupaten Purbalingga, pada tanggal 27 April 2025 lalu.

Kasus tersebut mencuat ke publik dan viral memicu kehebohan di media sosial setelah beredarnya video insiden yang diduga melibatkan anggota LSM HARIMAU. Dalam video tersebut terlihat cekcok antara pihak toko dan sejumlah individu yang disebut-sebut sebagai anggota LSM. 
Narasi yang berkembang di media sosial, baik media online, media cetak maupun media elektronik pun terkesan menghakimi dan membentuk opini negatif terhadap LSM HARIMAU.

Permintaan Maaf dan Klarifikasi dari Ketua Umum

Dalam pernyataannya, Tonny Syarifudin Hidayat, SH mengungkapkan penyesalan mendalam atas insiden yang terjadi serta dampaknya terhadap citra organisasi yang ia pimpin.

“Saya memohon maaf kepada seluruh elemen masyarakat secara umum atas beredarnya video dan pemberitaan yang viral tersebut. Namun, saya merasa tindakan penangkapan terhadap anggota kami terlalu terburu-buru dan tidak mempertimbangkan secara menyeluruh duduk persoalan yang sebenarnya terjadi,” ungkap Tonny.

Menurutnya, berdasarkan informasi internal yang diterima, insiden tersebut bermula saat anggota LSM HARIMAU membeli minuman di toko tersebut dengan nominal uang Rp 300.000,- dan mendapatkan 4 botol minuman, kemudian meminta bonus 1 botol, namun mendapat respons kasar dari pihak karyawan toko yang diduga memicu keributan.

“Kalau hanya soal satu botol minuman, apa iya harus dibawa ke ranah hukum secepat itu? Harganya pun tidak seberapa. Seharusnya penyidik lebih bijaksana dan fleksibel. Jangan sampai masyarakat kehilangan kepercayaan kepada institusi penegak hukum karena tindakan yang dianggap terburu-buru dan tidak adil,” tambahnya.

Soroti Penjualan Miras Ilegal

Selain menyoroti proses penegakan hukum terhadap anggotanya, Tonny juga menegaskan pentingnya perhatian dari aparat penegak hukum terhadap maraknya penjualan miras ilegal di Purbalingga.

“Harapan kami, kedepan Polres Purbalingga juga menaruh perhatian serius terhadap toko-toko penjual miras yang tidak memiliki izin resmi. Karena hal itu jelas – jelas melanggar Perda Nomer 8 Tahun 2018 tentang Pengendalian Dan Pengawasan Minuman Beralkohol
Di Kabupaten Purbalingga

Jangan sampai hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Aparat penegak hukum harus adil dan menegakkan aturan kepada semua pihak, tanpa pandang bulu,” tegasnya.

Penundaan Aksi & Upaya Hukum

Terkait dengan aksi solidaritas yang sebelumnya direncanakan akan dilaksanakan pada tanggal 5 Mei 2025, Tonny S Hidayat menyampaikan bahwa berdasarkan pertimbangan dan rekomendasi dari Ketua DPC Purbalingga, Eko Novianto, pihaknya memilih untuk menundanya demi menjaga kondusifitas dan menghormati proses hukum yang sedang berjalan.

“Saya telah menginstruksikan kepada seluruh anggota untuk menahan diri dan mengedepankan jalur hukum. Tim kuasa hukum dari LBH HARIMAU di tingkat DPP, DPW, hingga DPC saat ini sedang mengupayakan advokasi dan pembelaan terhadap anggota kami yang ditahan,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa pihaknya tengah mengupayakan penyelesaian secara kekeluargaan melalui Restorative Of Justice (RJ) antara terlapor dan pelapor.

“Proses islah sebenarnya sudah terjalin dengan pihak pemilik toko miras, kami berharap pihak aparat penegak hukum dapat mengabulkan upaya RJ ini. Namun jika upaya damai tidak diakomodasi, kami siap mengadakan aksi solidaritas di kemudian hari serta mengajukan upaya hukum pra peradilan karena kami menduga ada unsur pemaksaan dalam penanganan kasus ini,” ujar Tonny.

Pelajaran dan Introspeksi

Di akhir pernyataannya, Tonny mengungkapkan bahwa insiden ini menjadi bahan introspeksi besar bagi dirinya pribadi maupun seluruh jajaran LSM HARIMAU. 

"Saya sangat sadar saya bukan orang suci, saya sedang belajar menjadi orang baik. Kejadian ini adalah pelajaran penting, bukan hanya bagi anggota saya tapi juga bagi saya pribadi. Ke depan, kami akan berusaha agar LSM HARIMAU hadir sebagai mitra masyarakat yang mendukung ketertiban, bukan sumber kegaduhan,” pungkasnya.

Dengan penundaan aksi ini, LSM HARIMAU berharap bisa menurunkan eskalasi (ketegangan) di masyarakat dan memberi ruang bagi proses hukum dan komunikasi antar pihak untuk berjalan secara adil dan berimbang.(Tim/red)